Senin, 17 Februari 2014

Fitnah

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Tidak berlebihan jika dikatakan, umat Islam tidak mungkin dipisahkan dari sumber ajaran agamanya itu. Pada aspek mengkaji, al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang mendapatkan perhatian luar biasa dari komunias ilmuan, baik yang muslim maupun non muslim. Hal ini terbukti dengan lahirnya karya-karya tafsir al-Qur’an yang jumlahnya ribuan. Karya tafsir al-Qur’an masih terus mengalir hingga hari ini. Hal ini juga menjadi bukti bahwa tafsir al-Qur’an bukan dominasi orang-orang shaleh zaman dulu, seperti yang kita ketahui dalam sejarah penafsiran al-Qur’an.

Sejarah penafsiran al-Qur’an adalah Islam itu sendiri. Artinya perjalanan sejarah tafsir al-Qur’an sudah sama tuanya dengan sejarah perjalanan Islam sebagai agama, sehingga antara keduanya jadi identik dan tak terpisahkan. Aktifitas penafsiran sudah barang tentu dimulai semenjak Nabi Muhammad Saw. Menyampaikan risalah Tuhan yang datang dalam bentuk al-Qur’an. Sebagai pembawa risalah maka Nabi Muhammad harus faham dan mengerti terlebih dahulu atas pesan wahyu yang harus disampaikan kepada umatnya ketika sasaran wahyu (umat) menghadapi kesulitan tertentu dalam memahami teks wahyu. Jadi, tugas penasiran merupakan bagian integral dari tugas risalah.

Keragaman tafsir sekurang-kurangnya disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertama, factor kebahasaan. Di dalam al-Qur’an akan ditemukan kata-kata yang memiliki makna (lafadz) ganda, makna umum, makna khusus, makna sulit (musykil) dan sebagainya. Kedua, factor ideology poitik, ketiga, factor madzhab pemikiran dan yang keempat adalah subyektifisme mufasir, yakni adanya pra-anggapan, pra-asumsi, jenis kelamin, latar pendidikan dan lingkungan mufasir yang turut mewarnai langgam tafsir yang disusun.

Terhadap keempat faktor di atas, tak ada seorngpun yang mengingkarinya. Oleh karena itu, paparan di atas makin menegaskan bahwa tafsir merupakan dialog terus-menerus antara teks suci, penafsiran dan lingkugan sosial-politik-budaya yang ada di sekitarnya. Tafsir ini tercipta pada ruang dan waktu yang berbeda-beda yang mengakibatkan munculnya pemaknaan atas satu teks berbeda dengan yang lainnya. Makalah ini menyajikan sebuah penafsiran yang mengulas tentang lafadz “fitnah” dalam al-Qur’an. Fitnah mempunyai bermacam-macam makna yang berbeda, sehingga pembahasan ini dirasa perlu untuk mengetahui derivasi makna fitnah yang digunakan dalam al-Qur’an. Dalam pembahasan ini lebih banyak mengambil penafsiran al-Razi, karena dirasa telah memberikan penafsiran yang mumpuni dan dapat dijadikan sebagai pijakan dalam memahami suatu lafadz dalam al-Qur’an. Meskipun dalam makalah ini hanya mengulas satu tafsir lafadz fitnah, namun setidaknya lewat kajian ini akan merangsang pembaca untuk mencermati dan mengkaji tafsir-tafsir lafadz lain yang beragam jenisnya.

A.    RumusanMasalah
1.      Apa yang dimaksud dengan fitnah itu ?
2.      Pendapat para ulama tentang Fitnah ?
3.      Fitnah pertama ?
4.      Apa saja contoh dan dampak negative fitnah?
5.      Apa saja macam-macam dari fitnah?
6.      Apa penyebab dari timbulnya fitnah?
7.      Bagaimana upaya mencegah perbuatan fitnah?
8.      Bagaimana tinjauan masa kini tentang Fitnah ?

B.     Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian tentang fitnah.
2.      Mengetahui pendapat para ulama tentang Fitnah.
3.      Mengetahui Fitnah pertama yang terjadi.
4.      Menjelaskan contoh dan dampak negative fitnah.
5.      Menjelaskan macam-macam dari fitnah.
6.      Menjelaskan penyebab timbulnya fitnah.
7.      Menjelaskan upaya mencegah perbuatan fitnah.
8.      Mengetahui tinjauan masa kini tentang Fitnah.







BAB II
PENJELASAN YANG BERSIFAT UMUM


1.    Dalil Tentang Fitnah
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah.[1] Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah 217)

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيم
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. ” (Q.S. An-Nur 24:11)

2.     Pendapat Para Ulama tentang Fitnah
Makna satu kata, Fitnah
Seringkali para juru dakwah menyebut-nyebut kata fitnah, dalam berbagai bahasan. Seringkali pula mereka beranggapan bahwa masyarakat Indonesia sudah begitu akrab dengan kata tersebut, sehingga mereka pasti paham. Padahal sesungguhnya tidaklah demikian. Berbagai realitas -termasuk yang saya dengar-, menunjukkan bahwa ada kesalahpahaman besar seputar pemaknaan kata tersebut, di tengah masyarakat kita, saat kata itu disebutkan oleh seorang juru dakwah. Pasalnya, kata tersebut berbeda makna dalam bahasa kita, Indonesia, dibandingkan makna kata itu di dalam bahasa Arab. Sementara kerap disampaikan para juru dakwah adalah makna kata itu dalam bahasa Arab.
Dalam bahasa Indonesia, kata fitnah, seperti disebutkan dalam banyak kamus bahasa Indonesia adalah: menuduh tanpa bukti. Dalam bahasa Arab, kata itu berarti buhtaan. Seperti disebutkan dalam hadits tentnag ghibah, yang kesohor itu.
Sehingga, ketika seorang juru dakwah mengatakan, “seorang pria muslim tidak boleh berduaan dengan seorang wanita muslimah yang bukan muhrimnya, karena dikhawatirkan terjadi fitnah….” kebanyakan masyarakat Indonesia akan memahaminya.’…..khawatir mereka berdua akan difitnah. Yakni, dituduh berbuat mesum dan sejenisnya.’ Padahal yang dimaksud juru dakwah tersebut,’….khawatir akan terjadi bencana. Yakni bencana maksiat, mulai dari yang paling ringan, hingga perzinaan.’[2]






















BAB III
ISI


1.    Pengertian
Fitnah dalam bahasa Arab disebut  الفتنة, Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, kata Fitnah diartikan sebagai perkataan yang bermaksud menjelekkan orang. Fitnah yaitu komunikasi dengan satu orang atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma negatif atas suatu peristiwa yang dilakukan berdasarkan fakta palsu yang dapat mempengaruhi penghormatan, wibawa atau reputasi. Fitnah juga diartikan sebagai Kekufuran seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Baqoroh:217, dan Kesesatan seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Maidah: 41.
Maksud Fitnah
Kata "fitnah" asalnya diserap daripada bahasa Arab, dan pengertian asalnya adalah "cobaan" atau "ujian". Maksud dan pengertian fitnah jika diselak lebar al-Quran dan hadis adalah sebagaimana berikut.

A.    Kufur/Kafir
Friman Allah Subhanahu Wata’ala yang bermkasud:
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah . Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh…” (Al Baqarah: 217)
Firman-Nya lagi yang bermaksud:
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim” (Al Baqarah: 193)
Kata fitnah dalam ayat ini menurut para ulama tafsir adalah bermaksud ‘kekafiran’ atau ‘kemusyrikan’. Iaitu bahawa mereka itu menyebarkan kekafiran.[3]





B.     Bencana
Sabda nabi Sallallhu alaihi Wasallam yang bermaksud:
“Apabila datang (meminang) kepada kamu seorang pemuda yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kahwinkanlah dia dengan anak perempuan mu. Dikhuatiri akan terjadi fitnah (bencana) dan kerosakan yang besar di muka bumi.”
Perkataan fitnah dalah hadis ini memberikan maksud bencana atau musibah yang akan berlaku sekiranya perkahwinan ditangguhkan. Ini kerana syarat pemuda soleh itu adalah sebaik-baik pilihan untuk dijadikan suami kepada anak-anak perempuan.

C.    Konflik
Firman Allah Subhanahu Wata’ala yang bermaksud:
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mu-tasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah…” (Ali Imran: 7)
Terdapat sebagian orang Islam yang hanya menggunakan semata-mata penilaian mengikut aspek rasional. Sengaja mencari penafsiran ayat melalui pendekatan logika akal manusia yang terbatas semata-mata, sehingga melencong dari tafsiran yang tepat. Tujuan mereka semata-mata menyebar fitnah, iaitu mencari konflik dan perselisihan dengan sesama muslim.
Inilah penjelasan kepada ayat ini yang dengan jelas menyebut perkatan fitnah. Ia bermaksud menimbulkan konflik dan kekeliruan dalam masyarakat. Ia juga disebut sebagai propaganda.

D.    Tipu
Firman Allah Subhanahu Wata’ala yang bermaksud :
“Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: “Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah” (Al An’am: 23)
Fitnah yang dimaksud dalam ayat ini adalah ucapan tipu dan dusta, untuk membela diri mereka di hadapan Allah. Padahal Allah mengetahui hakikat mereka, dan apa yang tersembunyi dalam hati mereka.




E.     Binasa
Firman Allah Subhanahu Wata’ala: yang bermaksud:
“Di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.” Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah . Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir” (At Taubah: 49)
Dalam ayat ini kaum munafik di masa Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam enggan menyertai peperangangan kerana menganggap itu adalah suatu kebinasaan (fitnah). Padahal sesungguhnya mereka telah berada dalam kebinasaan dengan sifat munafik. Iaitu kebinasaan diri mereka di akhirat kelak dengan balasan neraka yang paling bawah.

F.     Gangguan
Firman Allah Subhanahu Wata’ala: yang bermaksud:
“Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah (gangguan) manusia itu sebagai azab Allah . Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguhnya kami adalah bersamamu”. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?” (Al Ankabut: 10)
Dalam ayat ini, kata fitnah membawa maksud ganguan. Inilah sifat biasa manusia yang menganggap ujian Allah dalam bentuk gangguan manusia sebagai azab.

2.    Sifat dan Karakteristik
Inilah gambaran orang yang suka memfitnah (mengadu domba) :Pengecut dan curang. Orang yang suka memfitnah tidak mampu bersaing secara sehat.
a.       Pendusta. Dusta/bohong menjadi menu utama dalam aksinya untuk memfitnah dan mengadu domba orang lain.
b.      Hidup dan kehidupannya dihantui oleh prasangka buruk.
c.       Suka memata-matai dan mencari-cari kesalahan orang lain. Dia asyik sekali membongkar rahasia, keburukan dan kebusukan seseorang, ketika orang itu tidak ada. Dan ketika orang itu datang, maka pembicaraan pun berhenti dengan sendirinya, kemudian berganti dengan memuji dan menyanjung. Ini adalah perbuatan hina dan jijik.
d.      Iri, dengki dan sombong selalu menempel di hatinya, bahkan menjadi darah daging. Ketika dia merasa gagal, iri dan dengki yang muncul. Namun, ketika memperoleh kesuksesan, dia sombong dan hidup melampaui batas.
e.       Hubbuddunya (lebih cinta kepada gemerlap duniawi daripada cinta kepada Allah)
f.       Aqidahnya telah rusak, karena lebih takut kepada manusia daripada takut kepada Allah. Dia rela memfitnah dan mengadu domba orang lain agar posisi dan jabatannya aman. Yang terpenting baginya adalah uang dan jabatan. Dengan kata lain, orang yang suka mengadu domba adalah penjilat bermuka dua.
g.      Kufur ni'mat. Orang yang suka memfitnah adalah orang yang tidak bersyukur atas ni'mat Allah. Karena akal, hati dan raganya digunakan untuk merugikan orang lain.
h.      Menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadi. Hatinya terdorong untuk mengeruk keuntungan dengan jalan pintas. Bahkan tega mengorbankan sahabat dan kelompok seperjuangan.
i.        Orang yang suka memfitnah dan mengadu domba berpotensi menjadi pengkhianat.

3.   Menghindari Akhlak Tercela (Fitnah)
Untuk menghindari fitnah ada beberapa tips yang perlu diperhatikan.
1)      Jangan reaktif, jangan merespon dengan cepat berita-berita yang masih berkategori “katanya...”. Reaktif tidak diperlukan dan tidak akan menyelesaikan masalah. Karena sikap reaktif cenderung lebih tergesa-gesa. Ada ungkapan al khabar kal ghabar (berita itu seperti debu) melayang ke mana-mana dan tidak bertuan.
2)      Pastikan bahwa berita itu ada pembawanya. Sumber berita adalah penentu kebenaran berita itu sendiri, terkadang berita dari satu tempat ke tempat lain sudah tidak akurat dan banyak dibumbuhi atau di sisipi berita lain.

3)      Tabayyun. Perjelas lagi berita itu kepada sumber aslinya. Inilah yang di ingatkan oleh QS: al Hujurat:6
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ.
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."

4)      Jika memang apa yang diberitakan itu benar terjadi tetapi tidak kita inginkan selesaikan dengan cara dewasa dan penuh kesadaran serta kasih sayang antar sesama.
Apa yang dapat kita lakukan sebagai upaya membentengi hati dari fitnah (adu domba) dan memeranginya :
1) Mulailah segala aktivitas dengan niat yang benar, yang baik dan tulus hanya untuk mendapatkan ridho Allah.
2)  Mintalah ridho dan restu orangtua, mintalah kepada orangtua untuk mendoakan agar kita selamat.
3)  Berpikir positif (husnuzhon). Jangan memandang / menilai seseorang dari sisi negatifnya. saja.
4)   Perbanyaklah mengingat Allah (zikrullah), karena zikir kepada Allah dapat melembutkan hati dan menyehatkan akal.
5)  Hati-hati dalam berbicara, bertindak dan dalam menerima informasi/berita. Gunakan akal sehat dan hati yang sholeh untuk menganalisa dan menemukan kebenaran dari setiap informasi/berita. Jangan lupa untuk memohon petunjuk dari Allah dengan sholat istikhoroh.
6)  Hati-hati terhadap kesenangan dunia, jabatan dan kedudukan.
7) Hati-hati dalam mengemban amanah. Laksanakan amanah dengan mengedepankan kejujuran dan penuh tanggungjawab.
8)  Jika cinta Islam, maka ikuti aturan Islam. Perdalamlah ilmu agama dengan rajin mengikuti majelis ilmu atau pengajian dan mengamalkan ajaran Islam dalam hidup dan kehidupan sehari-hari.
9)  Amar Ma'ruf Nahi Mungkar. Jangan pernah membenci manusia, karena benci kepada ciptaan Allah berarti benci kepada Allah. Bencilah kepada perilakunya yang negatif. Selalu mengajak sahabat-sahabat kita untuk berbuat baik dan mengingatkannya jika berbuat kemunkaran dan maksiat.
10)  Senantiasa bersyukur kepada Allah. Rajinlah bershodaqoh kepada fakir miskin dan anak yatim, sebagai perwujudan rasa syukur kita kepada Allah.

4.   Nilai Negatif dari Fitnah
Keutuhan masyarakat tercipta apabila anggota-anggotaynya saling mempercayai dan kasih-mengasihi. Ini mengharuskan masing-masing anggota mengenal yang lain sebagai manusia yang baik, bahkan menganggapnya tidak memiliki keburukan. Dengan menggunjing, keburukan orang lain ditonjlkan, rasa percaya dari kasih itu sirna. Ketika itu benih perpecahan tertanam. Menggunjing apalagi memfitnah seseorang , berarti merusak keutuhan masyarakat satu demi satu, sehingga pada akhirnya meruntuhkan bangunan masyarakat.
Orang yang memfitnah dan menggunjing berarti menunjukkan kelemahan dan kemiskinannya sendiri. Seandainya kuat dalam argumentasi, tentu tidak perlu mengada-ada. Apabila tidak miskin dalam pengetahuan, mestinya tidak perlu menjadikan keburukan orang seagai bahan pembicaraan, masih banyak bahan pembicaraan yang lain.
Suatu ketika Nabi Isa as., bersama murid-muridnya menemukan bangkai binatang yang telah membusuk. Para murid beliau berkata,”Alangkah busuk bau bangkai ini.” Mendengar hal itu, Nabi isa as., mengarahkan mereka sambil berkata, “Lihatlah betapa putih giginya.” Dari kisah di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang harus melihat isi positif pada suatu yang negatif dan berusaha menemukan kebaikan dalam suatu yang terliht buruk.
Selain itu, apabila yang kita tuduhkan itu salah dan tidak terbukti, maka kita akan menjadi orang yang dibenci masyarakat, sungguh merugikan. Naudzubillah.

3.      FITNAH PERTAMA
Sebelum wafat, Khalifah Abu Bakar[4] telah menunjuk Umar sebagai penggantinya. Setelah mendapat persetujuan dari para sahabat senior maka dia resmi terpilih sebagai pengganti Abu Bakar[5]. Dalam pidato pengangkatannya Umar menegaskan tekadnya untuk memerintah dengan bersih, jujur, adil dan tidak akan melakukan nepotisme di masa pemerintahnya. Ada satu hal yang penting dalam pidatonya bahwa meskipun dia memerintah setelah mendapat penunjukkan oleh Abu Bakar namun dia tidak akan melakukan hal yang sama. Dia akan menyerahkan pemilihan kepada majelis pemilihan yang lebih bebas. Dia juga minta ditegur apabila melanggar janji[6].
Kebijakan perluasan wilayah kekuasaan Islam yang digagas sejak masa Abu Bakar telah berhasil dilaksanakan dengan gemilang oleh Umar. Dalam masa pemerintahannya, dibawah pimpinan Khalid bin Walid pasukan Islam telah berhasil menguasai daerah Irak, Syiria, Mesir hingga Afrika Utara[7]. Dengan berbagai penaklukan itu maka diperlukan suatu sistem pemerintahan negara yang akan mengatur wilayah yang begitu luasnya tersebut. Tugas itu dijalankan dengan baik namun Umar mengalami kematian yang tragis ditengah masa kejayaan, dia wafat ditusuk seorang budak Persia yang telah memendam dendam padanya.
Setelah wafatnya Umar maka para sahabat yang telah ditunjuk berunding untuk menentukan penggantinya, seperti janjinya pada saat pengangkatannya dahulu. Umar tidak menunjuk seseorangpun sebagai penggantinya namun menyerahkan pada Panitia Pemilihan Khalifah. Majelis pemilihan yang diketuai oleh Abdurahman bin Awf itu akhirnya memilih Usman bin Afan[8] sebagai Khalifah ketiga. Beliau diangkat menjuadi Khalifah ketiga pada usia 70 tahun.
Disamping prestasi gemilangnya yaitu perluasan wilayah Islam hingga pulau-pulau di Laut Tengah bahkan Persepolis (Ibukota Persia) dan yang jauh lebih penting adalah pengkodifikasikan al Qur'an[9], masa kepemimpinan Usman juga memiliki beberapa kekurangan yang mencolok. Tuduhan deras yang sering dialamatkan padanya adalah nepotisme dengan pengangkatan pejabat-pejabat dari keluarganya sendiri yaitu Bani Umayyah. Ketidakpuasan lain berasal dari kebijakan penggunaan satu qiroat sebagai qiroat standar yang mengecewakan beberapa penghafal Qur’an sebagai kepala otoritas keagamaan saat itu.
Masalah-masalah tersebut diduga mengakibatkan beberapa ketidak puasan di kalangan umat yang dipimpinnya. Perpecahan dalam umat Islam sesudah nabi Muhammad saw membangun suatu umat yang satu timbul diduga diawali pada masa kepemimpinan Usman. Oposisi terhadap kepemimpinannya akhirnya memuncak dengan terbunuhnya beliau saat sedang membaca Qur’an di mihrab masjid. Peristiwa ini kemudian kerap disebut sebagai fitnah pertama[10].
Tulisan ini akan mencoba memberikan analisa tentang peristiwa terbunuhnya Usman tersebut dengan memperhatikan sudut pandang dari kedua golongan tersebut untuk mencapai suatu obyektivitas pandangan. Tulisan ini akan membatasi analisisnya pada latar belakang pembunuhan Usman ditinjau dari aspek sosio-politik terutama pada masa ketika umat Islam dipimpin oleh Usman hingga wafatnya dia.
Kendala terbesar bagi penulisan sejarah pada umumnya adalah terletak pada sudut pandangan sang periwayat sejarah dan situasi masa dimana sejarah tersebut dituliskan. Hal yang patut disayangkna pada sejarah yang tertulis mengenai peristiwa ini memiliki berbagai versi berdasarkan kepentingan masing-masing penulis sejarah. Perbedaan yang tajam dari penulisan tentang peristiwa ini terletak pada posisi sang penulis. Para penulis yang berasal dari kalangan Sunni dan Syiah masing-masing mempunyai perspektif yang berbeda mengenai peristiwa ini[11].
Riwayat Singkat dan Kepribadian Usman
Uman lahir tujuh tahun sesudah nabi Muhammad saw dan berasal dari Bani Umayyad cabang suku Quraysh[12]. Dia  belajar baca tulis waktu muda dan kemudian berhasil menjadi pedagang yang sukses[13]. Dia termasuk generasi awal yang masuk ke dalam Islam melalui Abu Bakar. Usman termasuk yang berhijrah ke Ethiopia dan kemudian menyertai hijrah nabi saw ke Madinah[14]. Usman diberi julukan Dzun Nurain (Pemilik Dua Cahaya) karena menjadi menantu nabi dua kali yaitu yang pertama dengan Ruqayyah dan setelah sang istri meninggal karena sakit[15] dia dinikahkan lagi dengan salah seoran putri nabi saw yang lain yaitu Umm Kulthum[16].
Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abdur Rahman bin Khabbab[17] dia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw memerintahkan pasukan Islam yang berada dalam keadaan kesulitan (jaysyul 'usrah). Saat itu Usman berkata, “Wahai Rasulullah saw saya akan menanggung seratus ekor unta lengkap dengan alas pelana dan pelananya untuk berjuang di jalan Allah.”
Kemudian Rasulullah saw menyeru kaum muslim untuk berangkat dan berperang. Usman kembali berkata, “Saya tanggung dua ratus untuk lengkap dengan pelananya untuk berjuang di jalan Allah.”
Untuk yang ketiga kalinya Rasulullah saw juga menyerukan kaum muslimin untuk berangkat jihad di jalan Allah. Kembali Usman berkata, “Saya tanggung tiga ratus unta dengan sarananya yang lengkap untuk jihad di jalan Allah ini.”
Rasulullah saw kemudian turun dan dia bersabda,
“Tidak ada pekerjaan Usman yang membahayakan dirinya dua kali setelah hari ini.”
Dalam riwayat lain, Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Abdur Rahman as Sulami bahwa tatkala Usman ibn Affan dikepung, dia melihat kepada orang-orang yang mengepungnya seraya berkata, “Semoga Allah menyejahterakan kalian. Saya tidak mengatakan ini kecuali kepada sahabat-sahabat Rasulullah saw. Tidakkah kalian tahu bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Barangsiapa yang mempersiapkan persediaan perang bagi tentara yang berada dalam kesulitan (jaisy al usrah), maka dia akan memperoleh surga.” Lalu saya memersiapkannya. Bukankah kalian juga tahu bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang menggali sumur Rumat maka dia akan masuk surga?”.  Lalu saya menggali sumur itu!” Orang-orang yang mengepungnya membenarkan apa yang dia katakan[18]. Secara umum terjadi kesepakatan bahwa Usman adalah sosok yang tidak arogan, jujur, lembut, baik hati, dan orang yang mempunyai akhlak mulia dengan kesederhanaan dan kesalehannya[19].
Pemilihan Usman Sebagai Khalifah
Sebelum wafatnya, Umar yang telah menunjuk orang-orang yang akan membentuk komisi yang nantinya akan memilih khalifah penggantinya. Kemudian setelah wafatnya Umar para anggota komisi tersebut berdiskusi mengenai masalah tersebut. Ada beberapa perspektif berkaitan dengan kejadian ini namun sebagai awal akan kami kutipkan jalannya pemilihan tersebut dalam versi yang lebih condong ke arah Sunni dari tulisan Hamka (1975)[20]. Setelah tiga hari bermusyawarah namun menemui jalan buntu maka berkatalah Abdur Rahman berkata:
“Siapakah yang sudi menarik diri dan menyerahkan pekerjaan ini kepada yang lebih ahli?”
Tidak ada yang menjawab kemudian dia berkata lagi:
 “Kalau demikian, disini saya nyatakan terus terang bahwa saya sendiri tidaklah suka dicalonkan untuk pekerjaan ini!”.
Usman menjawab:
“Sayalah yang mula-mula ridha memangkunya!”
Peserta lainnya juga menyatakan keridhaan mereka untuk memangku jabatan tersebut, kecuali Ali yang hanya diam saja.
Melihatnya diam, Abdur Rahman bertanya kepadanya:
“Apakah pendapatmua wahai Abul Hasan (Ali)?”
Ali menjawab:
“Berilah saya janji yang teguh bahwa kamu semuanya lebih mementingkan kebenaran dan bukan mengikut hawa nafsu, bukan pula mementingkan orang karena kerabat, dan jangan dipermain-mainkan umat yang banyak!”.Abdur Rahman kemudian memenuhi permintaannya dengan berjanji dan semua peserta musyawarah tersebut juga mengikutinya dalam berjanji.
Abdur Rahman juga berjanji akan memilih orang yang paling sesuai untuk posisi tersebut dan menyuruh mereka semua pulang ke rumah masing-masing. Kemudian yang dilakukan oleh Abdur Rahman adalah melakukan survey diam-diam kepada masyarakat tentang siapa yang paling dipilih rakyat untuk menjadi khalifah. Dalam penelitiannya dia mendapati bahwa mayoritas suara jatuh kepada Usman. Kemudian dia bertemu dengan Zubair ibn Awwam dan Sa'd ib Abil Waqaash.
Dia berkata kepada Zubair:
“Biarkanlah keturunan Abdi Manaf (Usman) yang memegang pekerjaan ini!”.
Zubair menjawab dengan mengatakan bahwa suaranya akan diberikan kepada Ali.
Abdur Rahman berkata kepada Sa'd agar hak suaranya diberikan kepadanya sehingga apa yang menjadi pilihan Abdur Rahman akan menjadi pilihan Sa'd.
Sa'd menjawab permintaan itu:
“Kalau yang akan dipilih itu engkau sendiri saya suka, tetapi kalau Usman yang akan engkau pilih saya tak mau sebab Ali lebih kusukai......Hai Abdur Rahman, lebih baik engkau pilih saja dirimu sendiri, supaya kami semuanya jangan jatuh kepada perselisihan yang tidak kunjung putus, dan angkatlah kepala kami[21].”
Abdur Rahman menjawab dengan perkataan sebagai berikut:
“Wahai Abu Ishak (Sa'd), bukan saya tak mau menjabat pekerjaan ini, tetapi makanya saya mengundurkan diri dan tak suka mencalonkan diri ialah supaya lebih adil memilih yang lain. Kalau saya turut mencalonkan diri tentu pilihan saya tiada adil, artinya tidak ada yang tegak diluar, di dalam perkara yang sulit ini. Ketahuilah olehmu Abu Ishak, bahwa bilamana Abu Bakar dan Umar telah mati tiada lagi orang yang akan menggantikannya yang akan sunyi dari pada kebencian manusia, akan ada-ada saja cacatnya pada mereka”.
Kemudian mereka berdua pergi kemudian dia memanggil Ali dan Usman secara bergantian dan bercakap-cakap dengan keduanya dalam waktu yang lama sehingga mereka berdua masing-masing merasa bahwa merekalah yang akan dipilih sebagai khalifah.
Tiba waktunya shalat Subuh dan Abdur Rahman mengumpulkan orang-orang di masjid untuk menyampaikan pengumuman tentang pemilihan khalifah. Dia berkata:
“Saya telah menilik dengan seksama, saya telah musyawarah dengan yang patut-patut, maka oleh sebab itu dengan terus terang saya katakan kepadamu wahai golongan yang terpilih dari kaum Quraisy, janganlah kamu mengharap bahwa pekerjaan ini akan terserah ketanganmu”.
Dipanggilnya Ali dan kemudian dia berkata kepadanya:
“Hendaklah engkau memegang teguh janji Allah, hendaklah engkau ketahui benar-benar akan kitab Allah dan sunnah Rasulnya dan perjalanan kedua khalifah yang menggantikannya”.
Jawab Ali:
“Saya akan berusaha sehabis dayaku dan sebisa ilmuku”.
Kemudian dipanggilnya Usman dan diberinya pernyataan yang serupa dan Usman menjawab dengan tegas:
“Baiklah!”
Setelah mendengar jawaban Usman tersebut Abdur Rahman memegang tangan dan berbaiat kepadanya dan mengumumkan bahwa dia telah menetapkan Usman sebagai khalifah. Ali merespon kejadian tersebut dengan perkataan:
“Telah engkau jauhkan jabatan itu dari padaku sejauh kiamat, bukankah hari ini saja yang mula-mula kamu bersikap begini kepada saya, maka baiknya saya sabar, moga-moga Allah menolong saya atas perbuatanmu itu, Abdur Rahman! Tidaklah engkau mengangkat Usman supaya pekerjaan ini jatuh pula ketangan engkau nanti.......memang tiap-tiap hari lain saja yang terjadi!”
Abdur Rahman menjawab:
“Hai Ali janganlah engkau jadikan pekerjaan ini untukmu karena telah saya tilik dan saya selidiki orang banyak, maka tidak ada seorang juga yang suka menukar Usman dengan yang lain”.
Kemudian Ali keluar dengan muka masam. Sesudahnya orang-orang membaiat Usman menjadi khalifah yang ketiga. Ali juga berbalik dan akhirnya turut pula di dalamnya. Thalhah yang baru pulang dari bepergian segera membaiat Usman juga ketika mendengar bahwa hal itu adalah kehendak mayoritas umat.
Dalam sudut pandang lain dikemukakan oleh kaum Syi'ah akan didapat cerita yang berbeda[22]. Sesudah melakukan survey dan mengerucut menjadi dua nama Ali dan Usman maka Abdur Rahman bertemu dengan Amr b Ash tentang kekhawatirannya tentang kemungkinan terpilihnya Ali kemudian dia diberitahukan oleh Amr b Ash yang lebih berpengalaman di bidang politik tentang sebuah “tipu daya” yang akan menggagalkan terpilihnya Ali. Abdur Rahman merasa senang dengan gagasan Amr dan setuju untuk melaksanakannya.
Serupa dengan kisah versi Sunni maka dalam versi Syi'ah didapatkan bahwa ketika umat berkumpul di masjid maka Abdur Rahman menyuruh Ali maju dan mengajukan pertanyaan:
“Jika kamu diberi kekuasaan terhadap umat Islam dan menempatkanmu sebagai otoritas dalam segala urusannya maukah kamu berjanji untuk memerintah sesuai dengan al Qur'an, Sunnah Rasul dan mengikuti preseden dari kedua pendahulumu Abu Bakar dan Umar[23]?
Ali menjawab:
“Saya akan bertindak menurut al Qur'an dan Sunnah Rasul sedangkan preseden Abu Bakar dan Umar aku mempunyai pendapat tersendiri dan akan menggunakan keputusanku sendiri.”
Abdur Rahman kemudian beralih kepada Usman dan terjadilah pembaiatan Usman.

Masa Pemerintahan dan Terbunuhnya Usman
Pada masa pemerintahan Usman kekuasaan semakin meluas ke arah barat hingga Maroko, ke arah timur sampai Afghanistan dan ke arah utara hingga ke Armenia dan Azerbaijan. Selama pemerintahannya dibentuklah Angkatan Laut[24], dilakukan pembenahan administrasi negara dan banyak sarana publik yang dibangun dan dikembangkan.[25]
Usman juga dikenal sebagai pembentuk komite penyusun al Qur'an yang dipimpin oleh Zayd b Thabit guna menyatukan bacaan al Qur'an sehingga menghindari perpecahan akibat perbedaan pembacaan dan perpecahan keagamaan. Setelah tersusun satu mushaf yang kerap disebut sebagai mushaf Usmani maka jenis bacaan al Qur'an lain dihancurkan sehingga hanya ada satu bacaan al Qur'an yang diakui dan diperbanyak untuk disebarluaskan ke seluruh wilayah Islam[26].
Setelah dua belas tahun pemerintahannya, beliau harus meninggal ditikam oleh mereka yang tidak puas dengan kepemimpinannya dan datang mengepung rumahnya. Semula rombongan dari Mesir datang hendak menyampaikan aspirasi mereka dan mereka hendak meminta gubernur Mesir digantikan oleh Muhammad bin Abu Bakar. Setelah diterima mereka pulang namun tak jauh dari Madinah ketika mereka sedang beristirahat melintaslah dihadapan mereka seorang kurir yang melaju kencang. Setelah dihentikan dan ditanyai ternyata kurir tersebut membawa surat perintah yang bersegel Usman agar membunuh rombongan tersebut yang sedang pulang ke Mesir. Dengan kemarahan rombongan tersebut kembali ke Madinah dan mengepung rumah Usman, yang bersumpah bahwa bukan dia yang menulis surat tersebut walaupun memang menggunakan segel resminya, hingga akhirnya mengakibatkan terbununya Usman yang menjadi fitnah pertama bagi umat Islam karena sesudahnya diikuti perang saudara yang mengakibatkan perpecahan di kalangan umat Islam[27].
As Suyuthi mengisahkan bahwa ketika ditanyai mengenai surat tersebut Usman bersumpah bahwa bukan dia yang menulis meskipun dia mngakui bahwa itu adalah segel resminya. Para penanya tersebut mengenali bahwa tulisan tersebut adalah milik Marwan b Hakam yang kemudian mereka meminta Usman menyerahkannya namun ditolak oleh Usman karena dia takut Marwan akan dibunuh oleh mereka. Karena marah mereka mengepung rumah Usman meskipun para sahabat seperi Ali memerintahkan anak-anak mereka untuk berjaga disekitar rumah Usman guna menghidari kemungkinan terburuk yang dapat terjadi. Namun kemudian Muhammad b Abu Bakar dan dua orang berhasil memanjat melalui rumah tetangga Usman dan masuk ke dalam. Dia sempat memegang janggut Usman yang kemudian Usman berkata:
“Kalau ayahmu melihat apa yang kamu lakukan kepadaku niscaya dia akan sangat tidak senang dengan sikap yang kamu lakukan itu kepadaku.”
Kemudian Muhammad b Abu Bakar melepaskannya namun kedua temannya berhasil masuk dan akhirnya memukul Usman hingga tewas dan kemudian mereka keluar dengan cara yang sama dengan cara mereka masuk. Istri Usman yang melihat peristiwa itu berteriak-teriak keluar bahwa Usman telah terbunuh. Ali yang kemudian datang dikisahkan memukul kedua anaknya karena keteledoran mereka sehingga para pembunuh itu bisa masuk ke dalam rumah Usman[28].
Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Mughirah b Syu'bah bahwa ketika Usman dikepung dia datang menemuinya di dalam rumah dan berkata: “Sesungguhnya engkau adalah pemimpin kaum muslimin sedangkan engkau melihat apa yang kini terjadi kepada dirimu. Saya mengajukan padamu tiga solusi. Pertama, kau keluar menemui mereka dan kau perangi mereka karena engkau memiliki banyak pengikut dan kau mempunyai kekuatan. Engkau benar sedangkan mereka berada di jalan yang salah. Atau kedua, akan kami bukakan bagimu satu pintu yang lain, bukan tempat mereka kini berada kemudian kamu naik kendaraan ke Makkah atau ketiga kamu pergi ke Syam karena mereka adalah orang-orang Syam dan disana ada Muawiyyah.”
Usman menjawab:
“Adapun jika saya keluar dan memerangi mereka maka saya akan menjadi orang yang pertama kali mengingkari apa yang diucapkan Rasulullah saw dengan jalan menumpahkan darah. Adapun jika saya keluar ke Makkah sesungguhnya saya mendengar Rasulullah saw bersabda,' Jika ada seorang Quraisy yang mulhid (ingkar kepada Allah SWT) maka kepadanya akan ditimpakan separuh siksaan dunia'. Maka itu mungkin bagi saya. Sedangkan jika saya pergi ke Syam maka ketahuilah bahwa saya tidak akan pernah meninggalkan tempat saya hijrah dan tempat Rasulullah saw menetap sekarang.”[29]
Begitulah peristiwa terbunuhnya Usman yang mengawali bencana perpecahan di kalangan umat Islam. As Syahrastani mengatakan bahwa ada beberapa sebab utama yang menyebabkan perselisihan itu muncul yaitu pertama Usman memberi ijin kepada al Hakam b Umayyah untuk kembali ke Madinah setelah diusir oleh Rasulullah saw pada masa hidupnya. Dia sudah meminta ijin pada Abu Bakar dan Umar untuk kembali namun tidak diijinkan. Umar bahkan menempatkannya lebih jauh ke daerah Yaman.
Kedua adalah konfliknya dengan Abu Dzar yang berakhir dengan pembuangan Abu Dzar ke daerah al Rabdzah. Penyebab berikutnya adalah pemberian seperlima dari rampasan perang Afrika kepada Marwan b Hakam dan penyebab lainnya adalah perlindungannya kepada Abdullah b Sa'ad b Abu Sarh yang sudah dihalalkan darahnya oleh Rasulullah saw saat peristiwa penaklukan Makkah, bahkan Usman mengangkat Abdullah b Sa'ad b Abu Sarh menjadi gubernur Mesir yang kemudian menimbulkan protes yang kemudian menjadi awal peristiwa terbunuhnya Usman[30].
Dalam analisisnya Watt (1973)[31] menyatakan bahwa ada beberapa hal yang diduga menjadi sebab protes mereka yang akhirnya menjadi penyebab terbunuhnya Usman. Diantaranya adalah pembagian penguasaan tanah di kawasan Irak kepada beberapa orang tertentu bukan menjadi kekayaan umat dan masuk ke dalam Baitul Mal[32]. Kemudian adanya pemberian jabatan penting kepada saudara-saudaranya Bani Umayyah. Ketidakmampuan Usman menghukum pelanggaran yang tidak sesuai dengan aturan al Qur'an seperti yang terjadi pada peristiwa mabuknya Walid b Uqba ketika memimpin shalat Subuh[33].
Lebih jauh Watt menyatakan bahwa faktor-faktor yang bersifat material diatas kurang dapat dijadikan semata-mata sebagai alasan terjadinya peristiwa tersebut. Ada faktor lain yang ikut mendorong yaitu adanya rasa frustasi yang diakibatkan adanya perubahan gaya hidup yang semula adalah orang-orang nomadik yang bebas tanpa kepemimpinan tertentu menjadi harus menurut kepada mesin besar birokrasi. Sebuah situasi perubahan besar-besaran di bidang ekonomi, politik dan struktur sosial yang tidak dapat dikembalikan ke masa lalu dan mendorong mereka ke dalam situasi yang belum sepenuhnya dapat mereka ikuti. Peristiwa pembunuhan Usman ini hanyalah satu rangkaian dari peristiwa berikutnya seperti perang Unta, perang saudara di Shiffin, pemberontakan kaum Khawarij dan munculnya golongan Shiah[34].
Sebagai tambahan, Ayoub (2003) lebih menekankan bahwa kebijakan Usman mengangkat saudaranya sebagai pejabat menimbulkan kembali semangat kesukuan yang pada masa Nabi saw sangat ditentang. Ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan Usman menggaungkan kembali semangat oposisi yang mendukung Ali sehingga kedua hal ini menimbulkan dikotomi tajam antara pendukung Ali dan pendukung Usman. Semangat permusuhan lama antara Bani Hasyim dengan Bani Umayyah[35] yang sebelumnya terjadi pada masa pra-Islam dan masa Nabi saw dimana Nabi saw berasal dari Bani Hasyim mendapat perlawanan dari Bani Umayyah hingga peristiwa penaklukan Makkah.
Demikianlah peristiwa fitnah pertama yang berakibat pada perpecahan umat Islam. Perpecahan yang semula semata-mata bersifat politik tersebut pada perkembangan selanjutnya mendapat sokongan ideologis sehingga masing-masing golongan membangun ideologi mereka masing-masing yang mereka anggap paling sesuai. Perpecahan ini masih dapat kita temui pada perkembangan umat hingga masa sekarang yang terkadang juga melibatkan konflik berdarah antar sesama umat Islam. Dengan membaca sejarah secara lebih jernih diharapkan umat Islam dapat lepas dari belenggu konflik masa lalu untuk memulai kembali persaudaraan Islam demi kesejahteraan bersama yang akhirnya mewujudkan umat Islam sebagai rahmatan lil 'alamin bukan sebagai sumber konflik dan ketegangan di muka bumi ini. Amin.












Tinjauan Masa Kini terhadap Fitnah

Pada zaman sekarang sudah banyak orang yang saling tuduh menuduh dan saling mengadu domba pada setiap masalah yang sedang terjadi. Hal seperti ini banyak terjadi dikalangan masyarakat yang rasa kekeluargaannya sudah mulai pudar, selain itu juga banyak terjadi di kalangan pemerintahan. Di kalangan pemerintahan, banyak sekali dugaan yang belum tentu benar adanya mengenai masalah amanah dan tugas yang diemban. Seperti tuduhan korupsi, tuduhan penggelapan uang dan lain-lain.
Jika di masyarakat umum, fitnah yang terjadi kebanyakan disebabkan ke-iri hatian seseorang terhadap  orang lain. Contohnya ketika salah seorang diantara tetangga ada yang membeli mobil baru, tetangga yang lain menuduh yang bukan-bukan, karena nyatanya dia tak mampu menjadi seperti tetangganya. Sehingga menyebabkan perpecahan terjadi diantara keduanya.

Solusi
Jadi, untuk mengatasi hal yang sering terjadi tersebut, kita harus mempunyai sifat transparansi agar orang lain tidak mudah curiga dengan kita. Selain itu, jangan terlalu menghiraukan fitnah itu sampai ada bukti yang memang jelas adanya.


















BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Fitnah merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya. Karena dampak yang ditimbulkan selalu negatif, tidak akan pernah positif. Luka yang digoreskan/ditusukkan oleh fitnah lebih tajam daripada pedang. Kehancuran akibat fitnah lebih dahsyat daripada bombardir senjata rudal. Fitnah dapat merusak tali silaturahim, merusak persatuan dan kesatuan, merugikan/mencelakakan/menyengsarakan orang lain, bahkan dapat menghancurkan Islam, mengotori perjuangan.

Jadi, Fitnah dan adu domba merupakan bentuk kezholiman, yang ditegakkan atas tiga perkara yaitu berpondasi pada kedustaan, kedengkian sebagai alasnya dan kemunafikan sebagai atapnya. Orang yang suka memfitnah dan mengadu domba berjalan dengan baju kesombongan, mengikuti kehendak hawa nafsu dan bujukan syetan. Otaknya dikotori dengan prasangka buruk. Hatinya beku, sulit menerima kebenaran, merasa dirinya paling benar dan paling berjasa sehingga merasa tidak enak dan cemburu ketika orang lain mendapat kesuksesan. Kebahagiannya di atas penderitaan orang lain. Kehidupannya terlena dengan tipu daya syetan. Aqidah dan idealismenya dijual hanya untuk memperoleh kesenangan dunia. Ingatlah, Rasulullah SAW bersabda, "Aku tidak khawatir kalian miskin, tetapi aku khawatir (kalian mendapatkan) dunia (lalu) kalian bersaing dalam urusan dunia itu." (HR. Ahmad)

Kita harus waspada dan hati-hati terhadap fitnah dan adu domba, juga terhadap orang yang suka memfitnah dan mengadu domba. Karena mereka tergolong orang yang munafik, kufur ni'mat dan berpotensi menjadi pengkhianat.












[1]‘Aunul Ma’bud,  11/347.
[2]Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, 15/44.
[3]Shahih Muslim, kitab Iman,  bab ke65, hadits no. 231, dan lafazhnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad 5/386.
[4](al Musawi, A Syarafuddin. 2001. “Dialog Sunnah-Syi'ah: Surat Menyurat Antara Rektor Al-Azhar di Kairo Mesir dan Seorang Ulama Besar Syi'ah (terj: Muhammad al Baqir)”. Mizan. Bandung hlm 377-386). (Jafri, S.H.M.1979. “The Origins and Early Development of Shi'a Islam”. Longman and Librairie du Liban. Beirut hlm 27-57).
[5](Kamara, M Ibrahim (ed) dkk. 2001. “Biographies of the Rightly-Guided Caliphs”. Dar al Manarah. Egypt hlm 132-135); perspektif lain dikemukakan dalam (Jafri, S.H.M. Op cit hlm 63-66).
[6](Suud, Abu. 2003. “Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia”. Rienika Cipta. Jakarta. hlm 57)
[7] Kamara, M Ibrahim (ed) dkk.op cit hlm 219-258)
[8]Proses terpilihnya Usman mempunyai berbagai versi yang berbeda yang akan dibahas lebih lanjut di dalam makalah ini. Kejadian yang sama namun dapat diberi tafsiran yang berbeda berdasarkan sudut pandang yang diambil oleh para ahli sejarah yang bersangkutan.
[9]Pengumpulan ini dapat dilihat sebagai sebuah prestasi oleh mereka yang menyetujui kebijakan ini namun banyak juga yang tidak menyetujui kebijakan penyeragaman qiraat ini, pembahasan lebih lanjut akan dibahas di dalam bagian selanjutnya dari makalah ini.
[10](as Suyuthi, Imam. 2003. “Tarikh Khulafa': Sejarah Para Penguasa Islam (terj: Samson Rahman)”. Pustaka al Kautsar. Jakarta hlm 189)
[11]( Jafri, S.H.M. Op cit hlm 28)
[12]http://www.islamonline.com/cgi-bin/news_service/profile_story.asp?service_id=701
[13]ibid
[14]http://en.wikipedia.org/wiki/Uthman_ibn_al-Affan
[15](as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 171).
[16]Kaum syi'ah meragukan mengenai hal ini meskipun mayoritasnya berpendapat bahwa kedua istrinya adalah anak tiri nabi saw karena beliau hanya mempunyai satu putri kandung yaitu Fatima (Ibid).
[17](as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 174-175).
[18]as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 174
[19] (http://www.usc.edu/dept/MSA/politics/firstfourcaliphs.html#ali). (Kamara, M Ibrahim (ed) dkk.op cit hlm 276-279) atau pada (http://www.islamonline.com/cgi-bin/news_service/profile_story.asp?service_id=701). (al Musawi, A Syarafuddin. Op cit terutama pada dialog no.83 hingga dialog no 100 pada hlm 377-444).
[20](Hamka. 1975. “Sejarah Umat Islam”. Bulan Bintang. Jakarta hlm 46-51). (Kamara, M Ibrahim (ed) dkk.op cit hlm 280-285) dan (as Suyuthi, Imam. Op cit hlm177-178) .
[21]             Maksud dari perkataan ini adalah kalau Ali atau Usman yang terpilih mereka berasal dari kabilah yang besar sehingga kabilah-kabilah kecil tidak akan dapat mengangkat kepala lagi karena semakin besar kekuasaan kedua kabilah sehingga akan bertambah rasa kesukuannya (ashabiyah), Abdur Rahman juga berasal dari kabilah yang kecil sama seperti Abu Bakar dan Usman. (Hamka. Op cit hlm 49-49)
[22]Sayed Ali Asgher Razwy. “Restatment of the History of Islam and Muslims.” Ahlul Bayt Digital Islamic Library Project. dengan alamat akses di (http://al-islam.org/restatement/58.htm)
[23]Inilah yang dimaksud dengan “tipu daya” karena Amr tahu bahwa Ali tidak akan bersedia mengikuti Abu Bakar dan Umar (http://al-islam.org/restatement/58.htm)
[24]Pada tahun 27 H pasukan dibawah pimpinan Muawiyyah menyerang daerah Cyprus dengan menyebrangi lautan. (as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 178)
[25](http://www.islamonline.com/cgi-bin/news_service/profile_story.asp?service_id=701), fasilitas yang dibangun diantaranya adalah perluasan Masjidil Haram pada tahun 26 H dengan membeli tanah-tanah penduduk yang tinggal disekitarnya oelh Khalifah Usman (as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 178as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 178)
[26](http://en.wikipedia.org/wiki/Uthman_ibn_al-Affan)
[27](Hamka. 1975. “Sejarah Umat Islam”. Bulan Bintang. Jakarta hlm 57-60
[28](as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 178as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 184-186)
[29](as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 178as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 187-188)
[30] (as Syahrastani. 2004. “Al Milal wa al Nihal: Aliran-aliran Teologi dalam Islam”. Mizan. Bandung  hlm 50)
[31]Salah seorang orientalis ternama yang meneliti masalah Islam dan kebudayaan Muslim (W Montgomery Watt. 1973. “The Formative Period of Islamic Thought”. Edinburgh University Press. Edinburgh hlm 9-12)
[32] Contohnya yang lain adalah diberkannya bagian seperlima dari rampasan perang Afrika kepada Marwan bin Hakam (as Syahrastani. Op cit hlm 50)
[33] (as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 178).
[34] W Montgomery Watt. 1973. “The Formative Period of Islamic Thought”. Edinburgh University Press. Edinburgh hlm 11
[35](Ayoub, Mahmoud M. 2003. “The Crisis of Muslim History”. Oneworld Publications. Oxford hlm 64-66)

1 komentar:

  1. Casino in MD 2021 - DrMCD
    There are five types of casinos 대구광역 출장안마 in Maryland: casino, poker, blackjack, craps, and video 충청북도 출장마사지 poker. The 양산 출장안마 casinos listed at the top are those that 광주 출장안마 have 밀양 출장안마 been

    BalasHapus